top down
Our Feeds
Rolles Nixon Palilingan

Pengertian Biofisika


Pengertian BiofisikaDi dalam Anonim (2007) dikemukakan bahwa biofisika adalah studi tentang fenomena biologis dengan menggunakan metode-metode dan konsep-konsep fisika, sedangkan di dalam Anonim (2005) dikemukakan bahwa biofisika adalah studi interdisipliner tentang fenomena dan problem-problem biologis dengan menggunakan prinsip-prinsip dan teknik-teknik fisika. Biofisika bergantung pada teknik-teknik yang berasal dari ilmu fisika tetapi difokuskan pada problem-problem biologis.
Mengacu pada definisi yang telah dikemukakan mengenai biofisika, maka dalam konteks seorang pekerja yang melakukan aktivitas di alam terbuka, maka biofisika dapat dipandang sebagai studi tentang fenomena biologis pada seorang pekerja yang berinteraksi dengan lingkungan fisik setempat ketika sedang melakukan aktivitas kerja dengan menggunakan prinsip, konsep, dan metode fisika. Dalam hal ini Campbell (1977) menyebut kajian fisika dalam konteks ini sebagai biofisika lingkungan. Menurut Campbell (1977) perkembangan dalam bidang biofisika lingkungan terutama terfokus pada dua bidang yaitu:
Penggunaan model-model matematis untuk mengkuantifikasi laju transfer panas dan massa, dan
Pengunaan persamaan kontinuitas yang telah mengantar pada analisis neraca energi.
Oleh karena itu dapat dikemukakan bahwa dalam biofisika lingkungan dipelajari mengenai bagaimana penerapan konsep-konsep fisika pada interaksi antara mahluk hidup dengan lingkungan fisiknya, sehingga dalam konteks ini dipelajari mengenai aplikasi konsep-konsep fisika pada interaksi antara pekerja dan lingkungan fisiknya ketika melakukan aktivitas di alam terbuka.
Dalam suatu sistem kerja (Corlett and Clark, 1995), interaksi yang penting bukan hanya antara manusia dengan lingkungan fisiknya akan tetapi juga dengan peralatan dan perlengkapan yang digunakan pada waktu bekerja. Ketiga bentuk interaksi ini dilukiskan pada gambar berikut ini.

Ambila sebagai contoh seorang mahasiswa yang melakukan aktivitas praktikum lapangan. Iklim mikro yang terdiri dari: radiasi matahari, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin yang merupakan unsur lingkungan fisik, menjadi sangat penting sebagai
faktor yang berpengaruh. Selain itu perlengkapan dan peralatan yang di gunakan juga menentukan. Perlengkapan yang paling penting biasanya adalah setelan pakaian, dan perlengkapan lainnya seperti pakaian pel
indung diri (PPD) seperti topi, payung, jas/mantel, dan termasuk di sini adalah sepatu. Peralatan yang digunakan akan disesuaikan dengan tujan dalam melakukan aktivitas. Untuk aktivitas praktikum lapangan peralatan yang digunakan adalah peralatan-peralatan yang berhubungan dengan aktivitas unit-unit praktikum yang direncanakan.
Proses secara fisik berlangsungnya dan terjadinya pengaruh iklim mikro, perlengkapan dan peralatan yang digunakan terhadap tubuh si pelaku aktivitas merupakan proses biofisika.

Konsep biofisika yang penting dalam terjadinya proses biofisika dalam konteks ini adalah hukum kekekalan energi. Menurut Campbell (1977) konsep kekekalan energi ini, yang juga biasa ditulis dalam bentuk persamaan kontinuitas, dalam aplikasi lanjut biofisika lingkungan akhirnya bermuara pada analisis neraca energi.
Analisis Neraca energi dapat dilakukan dengan menggunakan pendakatan sistem. Dengan memandang tubuh manusia sebagai suatu sistem, Havenith (1999, 2002), Blazejczyk (2000), Brake dan bates (2002) dan Epstein and Moran (2006) menuliskan persamaan neraca panas untuk tubuh manusia sebagaimana pada persamaan berikut,

Panas yang Tersimpan = Panas yang Diproduksi – Panas yang Hilang = (laju Metabolik – Usaha Eksternal) – (Konduksi + Radiasi + Konveksi + Evaporasi + Respirasi)

Faktor-faktor yang menyatakan kehilangan panas tubuh sebagaimana yang telah dinyatakan pada persamaan di atas untuk jalur konduksi, konveksi, dan radiasi, mengikuti persamaan umum transfer atau perpindahan panas (Havenith, 2004; Campbell, 1977; Monteith and Unsworth, 1990) yang bentuk umumnya dapat ditulis seperti persamaan,

Panas yang Hilang = (Gradien x Luas Permukaan)/Tahanan

Dari persamaan ini dapat dikemukakan bahwa untuk tiap jalur; konduksi, konveksi dan radiasi, jumlah panas yang ditransfer bergantung pada daya penggerak (driving force), yaitu gradien suhu dan tekanan uap, luas permukaan tubuh yang terlibat dan tahanan dimana panas mengalir, yaitu dapat berupa insulasi pakaian.
Menurut Havenith (1999, 2001, 2002, dan 2004) proses pelepasan panas dan proses produksi panas dalam neraca energi terarah kepada mempertahankan suhu tubuh normal sekitar 37 0C. Nilai ini dicapai dengan menyeimbangkan jumlah panas yang dihasilkan dalam tubuh dengan jumlah panas yang hilang. Gambar berikut menunjukkan representasi skematik jalur bentuk-bentuk energi yang terjadi ketika pekerja melakukan ak
tivitas di alam terbuka seperti praktikum lapangan.
Produksi panas ditentukan oleh aktivitas metabolik. Pada saat sedang istirahat, panas dihasilkan oleh tubuh untuk fungsi-fungsi dasar tubuh seperti respirasi dan fungsi jantung dengan memberikan pada sel-sel tubuh oksigen dan makanan (nutrients) yang dibutuhkan dalam menjalankan fungsi-fungsi dasar tersebut. Pada saat melakukan aktivitas pekerjaan, kebutuhan otot-otot aktif terhadap oksigen dan makanan meningkat, dan sebagai akibatnya aktivitas metabolik juga meningkat. Ketika sel-sel otot aktif membakar makanan untuk aktivitas mekanis, sebagian energi dibebaskan ke luar tubuh sebagai kerja eksternal, tetapi sebagian besar dilepaskan ke dalam otot sebagai panas. Bila panas tidak dilepaskan panas tersebut akan memanaskan tubuh sampai level yang mematikan.
Lebih jauh Havenith (1999, 2002) mengemukakan, untuk panas yang hilang dari tubuh, terdapat beberapa jalur. Jalur yang berperan sedikit adalah konduksi. Konduksi hanya menjadi faktor penting untuk orang yang bekerja di dalam air, atau orang yang bekerja untuk penanganan produk-produk dingin atau bekerja dalam posisi terlentang dimana tubuh bersentuan dengan medium transfer panas. Jalur yang lebih penting untuk pelepasan panas adalah konveksi, ketika udara yang lebih dingin mengalir sepanjang permukaan kulit. Oleh karena itu panas akan ditransfer dari kulit ke udara di sekitarnya. Panas juga akan ditransfer dalam bentuk radiasi elektromagnetik atau yang juga disebut radiasi gelombang panjang. Ketika ada perbedaan antara suhu permukaan tubuh dan suhu permukaan objek atau benda-benda yang ada di sekitarnya maka akan terjadi transfer panas melalui radiasi.
Akhirnya, tubuh juga memiliki jalur lain untuk pelepasan panas ke luar tubuh, yaitu panas yang hilang melalui evaporasi. Karena kemampuan tubuh untuk berkeringat, uap air yang muncul di permukaan kulit melalui pori-pori kulit dapat berevaporasi, dengan mana sejumlah panas dilepaskan ke luar dari tubuh.
Selain kehilangan panas konvektif dan evaporatif dari kulit, tipe kehilangan panas tersebut terjadi dari paru-paru melalui respirasi. Karena udara yang keluar dari paru-paru biasanya lebih dingin dan lebih kering dari pada permukaan dalam paru-paru. Melalui proses respirasi tubuh kehilangan sejumlah panas yang dapat mencapai 10% dari total panas yang diproduksi tubuh.
Agar tubuh stabil, panas yang hilang harus seimbang dengan panas yang diproduksi. Jika tidak demikian, kandungan panas tubuh akan berubah, yang menyebabkan suhu tubuh naik atau turun. Jadi jika produksi panas melalui laju metabolik lebih tinggi daripada jumlah semua panas yang hilang, panas yang tersimpan akan bertanda positif (surplus), yang berarti kandungan panas tubuh meningkat dan suhu tubuh akan meningkat. Jika panas yang tersimpan bertanda negatif (defisit), panas yang hilang lebih besar daripada panas yang diproduksi. Tubuh menjadi dingin, dan suhu tubuh akan turun.

DAFTAR PUSTAKA
  1. Anonim, 2005. Biophysics. Microsoft® Encarta® 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation.
  2. Anonim. 2007. Description of Biophysics. Springer. European Biophysics Journal, [cited 2007 Feb 5]. Available at: URL: http://www.springer.com/
  3. Blazejczyk, K. 2000. Assessment of Recreational Potential of Bioclimatic Based on The Human Heat Balance. Institute of Geography and Spatial Organization. Warsaw, Poland.
  4. Brake, R and Bates, G. 2002. A Valid Methods for Comparing Rational and Empirical Heat Stress Indices. School of Public Health, Curtin University, Perth, Australia. Ann.Occup.Hyg. 46(2):165-174, [cited 2007 Mar.5]. Available from: URL: http://annhyg.oxfordjournals.org/.
  5. Campbell, G. S. 1977. An Introduction to Environmental Biophysics. New York: Springers-Verlag.
  6. Corlett, E. N. and Clark, T. S. 1995. The Ergonomics of Workspaces and Machines. A Design Manual. Taylor & Francis, 2nd erds. USA.
  7. Epstein, Y and Moran, D. S. 2006. Thermal Comfort and the Heat Stress Indices. Industrial Health: 44, 388–398.
  8. Havenith, G. 2004. Clothing Heat Exchange Models for Research and Application. Environmental Ergonomics Research Group, dept.Human Sciences, Loughborough, UK. p.66-73., [cited 2007 Apr 19]. Available from: URL: http://magpie.lboro.ac.uk/.
  9. Havenith, G. 2002. The Interaction of Clothing and Thermoregulation. Human Thermal Environments Laboratory. Department of Human Sciences. Loughborough Univ., UK, [cited 2007 Apr 15]. Available from: URL: http://www.lboro.ac.uk/.
  10. Havenith, G. 2001. Individualized Model of Human Thermoregulation for the Simulation of heat stress response. Human Thermal Environment Laboratory, Loughborough University. J Appl. Physiol., 90:1943-1954, [cited 2007 Mar 5]. Available from: URL: http://jap.physiology.org/.
  11. Havenith, G. 1999. Heat Balance when Wearing Protective Clothing. Human Thermal Environment Laboratory, Loughborough University. Ann.Occup.Hyg, 43(5):289-296, [cited 2007 Mar 5]. Available from: URL: http://annhuy.oxfordjournals.org/.
  12. Monteith, J. L. and Unsworth, H. M. 1990. Principles of Environmental Physics. 2nd ed. London: Edward Arnold.

Subscribe to this Blog via Email :
Previous
Next Post »

Silahkan berkomentar secara santun.